Rabu, 01 Mei 2013

Hukum Perjanjian


1. Standar Kontrak
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
- Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
- Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
b. Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
2. Macam - Macam Perjanjian
  • Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
  • Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
  • Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
  • Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran
 3. Syarat Sahnya Perjanjian
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:
  • Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang akan diadakan tersebut, tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan. 
  •  Kecakapan, yaitu bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian  harus cakap menurut hukum,  serta berhak dan berwenang melakukan perjanjian.  
4. Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
  • kesempatan penarikan kembali penawaran; 
  • penentuan resiko; 
  • saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa; 
  • menentukan tempat terjadinya perjanjian. 
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu: 
  1. Teori Pernyataan (Uitings Theorie) 
  2. Teori Pengiriman (Verzending Theori) 
  3. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie). 
  4. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
5. Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Menurut pasal 1446 KUH Perdata adalah, pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian, dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim, bila salah satu pihak yang melakukan perjanjian itu tidak memenuhi syarat subyektif yang tercantum pada syarat sahnya perjanjian. Menurut Prof. Subekti  permintaan pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi   syarat   subyektif  dapat  dilakukan  dengan  dua  cara, yaitu:
  • Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan hakim; 
  • Secara pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian itu.
 Sumber : 123

0 komentar:

Posting Komentar